GEMPA BUMI LOMBOK
Gempa bumi Lombok Juli 2018 adalah sebuah gempa darat berkekuatan 6,4 Mw[3] yang melanda Pulau Lombok, Indonesiapada tanggal 29 Juli 2018, pukul 06.47 WITA. Pusat gempa berada di 47 km timur laut Kota Mataram, Nusa Tenggara Baratdengan kedalaman 24 km. Guncangan gempa bumi dirasakan di seluruh wilayah Pulau Lombok, Pulau Bali, dan Pulau Sumbawa.
Gempa ini merupakan rangkaian gempa awal sebelum gempa bermagnitudo lebih besar mengguncang Lombok pada 5 Agustus 2018.[4][5]
Guncangan gempa[sunting | sunting sumber]
Gempa bumi ini berpusat di darat di dekat Gunung Rinjani wilayah Kabupaten Lombok Timur. Dengan memperhatikan lokasinya dan kedalaman hiposenter, maka gempa bumi ini merupakan jenis gempabumi dangkal akibat aktivitas Sesar Naik Flores (Flores Back Arc Thrust). Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan gempa ini, dibangkitkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan naik (thrust fault)[6].
Guncangan gempa bumi ini dilaporkan telah dirasakan di seluruh Pulau Lombok, Pulau Bali dan Pulau Sumbawa. Guncangan gempa bumi terkuat berada di seluruh wilayah Pulau Lombok terutama Kabupaten Lombok Timur, Sumbawa Barat serta Sumbawa Besar berupa guncangan V-VI MMI. Sedangkan di Pulau Bali dirasakan kuat berupa III-IV MMI. Serta di Bima III MMI.[7]
Setelah gempa utama 6,4 Mw pada pukul 06.47 WITA hingga pukul 10.20 WITA, telah terjadi 124 gempa bumi susulan dengan empat gempa berkekuatan lebih dari 5,0 Mw dan yang terbesar 5,7 Mw pada pukul 10.16 WITA.[1][8]
Dampak dan korban[sunting | sunting sumber]
Data Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) menyebutkan 20 orang meninggal dunia,[9][10] salah satunya warga negara Malaysia[11] serta 401 orang lainnya mengalami luka-luka. Sedikitnya 10.062 rumah ikut rusak terdampak gempa ini.[12] Orang Malaysia yang tewas itu dikatakan karena tertimpa material longsor.[13] Adapun warga Malaysia itu bernama Siti Nur Lesmawida yang tertimpa runtuhan tatkala sedang istirahat di penginapannya di Lombok Timur.[14] Dalam pada itu, 333 pendaki masih terjebak di kaldera Gunung Rinjani.[10] Sebagian pendaki yang terjebak itu adalah pendaki dari luar negeri serupa dari Thailand, Belanda, Prancis, dan Malaysia. Guna mengevakuasi yang masih terjebak, BTNGR (Balai Taman Nasional Gunung Rinjani) telah mengutus 184 personeil, 100 dari antara itu merupakan anggota Kopassus. Sebelum itu, BTNGR menyebut masih ada lebih kurang 500 orang yang terjebak di Gunung Rinjani.[15]
Kerusakan terjadi pada sejumlah bangunan. Terjadi kerugian material, yaitu adanya 1.454 rumah, 7 unit fasiltas pendidikan, 22 tempat ibadah, 5 unit kesehatan, 37 kios, dan 1 jembatan yang rusak.[16] Kepada masyarakat, Dwikorita Karnawati, Kepala Pusat BMKG —sebagaimana dilansir Antara— telah menghimbau agar tetap tenang, jangan panik, dan tidak menempati bangunan yang telah rusak diguncang gempa.[17]
Pascagempa[sunting | sunting sumber]
Pascagempa, pemerintah setempat segera menutup Taman Nasional Gunung Rinjani yang terletak tidak jauh dari pusat gempa. Segala kegiatan yang berada di dalam taman nadional ditutup untuk mengantisipasi longsoran tanah yang sewaktu-waktu terjadi akibat gempa.[18] Kala itu, sesudah kunjungan Presiden Joko Widodo dari Sulawesi Selatan mendatangi Nusa Tenggara Barat. Presiden Jokowi segera membahas soal penanganan pasca gempa dalam rapat terbatas di Bandar Udara Sultan Muhammad Kaharuddin III. Segera Presiden akan memerintahkan jajarannya untuk lekas turun menangani pascagempa Pemerintah pusat memerintahkan untuk membantu masyarakat yang terkena musibah.[19][20] Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi beserta jajarannya untuk mengerahkan petugas untuk menangani dampak gempa di wilayahnya.[21][22] Pemerintah NTB kemudian menyatakan masa tanggap darurat selama tiga hari dari waktu terjadinya gempa.[23]
Wilayah Kabupaten Lombok Timur dilaporkan menjadi wilayah yang paling terdampak gempa ini. Dua kecamatan terparah di Lombok Timur yang terdampak gempa yakni Sembalun dan Sambelia. Korban luka-luka di dua kecamatan tersebut untuk sementara dirawat di tenda pengungsian yang dibangun oleh TNI, Polri, serta institusi pemerintah lainnya.[24] Tenda didirikan mengingat keadaan Puskesmas di Sembalun, rusak karena gempa.[25] Sementara itu, Menteri Sosial Idrus Marham menyatakan akan memberi bantuan logistik serta tagana ke wilayah terdampak gempa.[26] Dalam pada itu, Tagana juga sudah membagikan nasi bungkus untuk makan siang para korban dan relawan. Kemensos telah menurunkan 60 relawan Tagana, dan Tim Layanan Dukungan Psikososial juga bantuan logistik telah turun ke lokasi gempa. Bantuan logistik seperti matras, tenda, perlengkapan anak, perlengkapan lansia, makanan siap saji, dan lainnya dikirimkan bertahap.[25]
Gempa Lombok : Kronologi – Kekuatan Gempa – Penyebab dan Akibatnya
Gempa yang terjadi pada tanggal 5 Agustus 2018 pukul 18:47 WITA ini mengguncang Lombok dengan kekuatan 7 skala richter. Gempa ini merupakan gempa type II karena telah didahului oleh gempa lain beberapa hari sebelumnya. Guncangannya berpusat di koordinat 8,26 lintas selatan, dan 116,55 bujur timur (Lombok Timur). Gempa ini cukup besar sehingga mengakibatkan 70% bangunan lokal runtuh (menurut Gubernur NTB).
Gempa ini menimbulkan korban jiwa yang mencapai lebih dari 90 orang. Jumlah ini kemungkinan akan terus bertambah karena proses evakuasi sampai detik artikel ini ditulis masih terhambat oleh langkanya arat berat. Masih banyak korban jiwa yang terjebak di dalam reruntuhan bangunan yang runtuh akibat gempa.
Ketika gempa terjadi pada pukul 18:47, BMKG mengumumkan waspada tsunami. Keputusan ini diambil setelah menganalisis kedangkalan gempa namun menimbulkan robekan akibat pergeseran sesar mulai dari daratan Lombok hingga wilayah laut. Hal ini menimbulkan potensi tsunami. Walau kemungkinan ketinggian gelombang hanya setengah meter saja, namun warga diminta untuk waspada dan naik ke tempat yang lebih tinggi. Hasilnya, memang telah terjadi kenaikan gelombang laut yang datang di berbagai daerah Lombok. Diantaranya adalah Benoa (2 cm), Desa Lembar (9 cm), Desa Badas (10 cm), dan Desa Carik (13,5 cm). Tak lama kemudian bahaya tsunami ini kemudian ditarik oleh BMKG pada pukul 20:25 pada hari yang sama.
Isu bencana tsunami yang sempat muncul membuat para penduduk, terutama wisatawan domestik dan asing, serta warga setempat yang saat itu sedang berada di Lombok minta untuk dievakuasi keluar pulau. Beberapa wisatawan juga memutuskan untuk langsung pulang ke negara asal mereka.
Penyebab Terjadinya Gempa Lombok
BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) menjelaskan bahwa gempa yang terjadi pada tanggal 5 Agustus 2018 ini merupakan gempa utama (main shock) dari rangkaian gempa yang pernah terjadi sebelumnya (fore shock). Sebelumnya juga telah terjadi gempa di daerah yang sama, yaitu pada tanggal 29 Juli 2018 (6,4 sr). Setelah itu gempa susulan setelah main shock tentu akan terjadi, tercatat sebanyak 163 gempa bumi kecil terjadi hingga esok harinya pukul 13.00 WIB
Menurut BMKG Denpasar, Yohanes Agus Tiawan, gempa bumi ini terjadi akibat aktivitas Sesar Naik Flores yang memanjang dari Nusa Tenggara Timur hingga Bali. Penilaian ini disimpulkan dari menganalisa gerakan mekanisme sumber gempa berupa pergeseran bebatuan yang bergerak naik. Gerakan sesar naik ini juga yang bertanggung jawab atas terjadinya gempa bumi dan tsunami di utara Flores pada tahun 1992 yang lalu.
Gempa ini memang terjadi di daratan, namun guncangannya sampai ke lautan, hal ini yang mengakibatkan BMKG memberi peringatan waspada tsunami. Statusnya hanya berupa “waspada”, karena perkiraan gelombang yang datang tidak akan melebihi 0,5 meter tingginya.
Sesar adalah retakan tanah dalam lapisan bumi. Biasanya, sesar dihubungkan dengan atau terbentuk oleh lempengan tektonik Bumi. Pada sesar yang aktif, bagian dari lempengan bumi bergerak terus sepanjang waktu. Pergerakan ini dapat mengakibatkan gempa bumi.
Adapun jenis pergerakan lapisan ini memiliki banyak jenis, divergen (bergerak menjauh), konvergen (lempeng-lempeng saling bertumbukan sehingga mengakibatkan benturan), dan transform (lempeng-lempeng saling bergeseran tanpa merusak litosfer). Bisa dibilang, aktivitas inilah yang membentuk wajah bumi seperti sekarang ini.
Lombok itu sendiri terletak di antara dua lempengan tektonik. Pada gempa yang terjadi pada tanggal 5 Agustus 2018 kemarin, dua lempeng besar di Lombok saling bertumbukan dimana salah satu lempeng menimpa lempeng yang lain. Lombok merupakan zona subsiduksi dimana salah satu lempeng berada di lempeng yang lain dan terjadi tabrakan. Yang terjadi adalah Lempeng Australia bergerak ke bawah Lempeng Sunda ke arah utara. Bencana alam ini masih berhubungan dengan cincin api yang berada di wilayah Indonesia sehingga memang negara ini rawan dengan bencana alam gempa bumi dan gunung meletus.
Selain itu, gempa ini juga merupakan jenis gempa kerak dangkal dengan kedalaman hiposenter 24 km. Hiposenter sedangkal ini sudah cukup untuk mengakibatkan skala guncangan berintensitas VI-VII MMI. Dengan perkiraan percepatan gerakan tanah yang melebihi 120 gal, sudah cukup untuk menimbulkan kerusakan pada permukaan tanah tersebut.
Akibat Gempa Lombok
Peristiwa ini juga menjadi cukup merusak karena daerah tempat terjadinya gempa tersebut merupakan kawasan perbukitan yang tersusun dari batuan gunung berapi seperti misalnya lava, tufa, dan breksi. Kawasan seperti ini sangat rentan untuk terjadi efek topografi horizontal. Dengan begitu, semakin curam lereng, semakin besar guncangannya.
Ironisnya, berdasarkan data yang ada, jumlah korban jiwa pada peristiwa ini sebagian besar diakibatkan karena para korban terjebak oleh reruntuhan bangunan, ketimbang gempa secara langsung. Tentunya faktor arsitektur juga turut berpengaruh terhadap besarnya kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa ini. Bangunan yang berdiri di atas lokasi terjadinya gempa itu tidak memiliki pertahanan standar terhadap gempa. Menilai dari bangunan-bangunan yang runtuh akibat gempa bumi tersebut, mereka tidak menggunakan bebatuan bermutu baik dengan tulangan yang cukup kuat untuk menahan guncangan dari bawah tanah. Padahal sesungguhnya rumah berbahan kayu atau bambu bisa lebih aman untuk melindungi penghuninya dari serangan gempa.
Hingga beberapa hari setelah main shock terjadi, ratusan laporan mengenai gempa-gempa susulan telah terjadi di wilayah sekitar Lombok. After shock ini dirasakan sampai ke wilayah Malang dengan magnitude kecil antara 3-4 skala richter. Terhitung ada lebih dari 35 gempa susulan yang terasa di Malang.
Namun gempa ini dipandang sebagai sesuatu yang baik karena ini berarti telah terjadi pelepasan energi dari bebatuan di sekitar kawasan gempa sehingga aktivitas lempeng menjadi normal dan stabil kembali. Walau begitu, gempa tektonik merupakan jenis gempa yang labil, dengan kata lain, suatu saat akan terjadi lagi gempa serupa.
No comments:
Post a Comment